Thursday, June 24, 2010

Monas dan Ultah Jakarta

Monas

Kaga berasa, jakarta udah ultah lagi aja yang ke 483 tahunnya. Kalo dipake umur manusia, nih kota jakarta udah uzur banget :) Beberapa hari sebelum ultah jakarta yang jatuh pada tanggal 22 Juni, saya dan beberapa kawan, berencana datang ke Tugu museum nasional untuk jalan2 dan melihat kemegahan monas yang sudah tersohor itu, apalagi emasnya dah, beuy sampe ngiler2 pengen dikiloin.

Cukup bejibun juga nih teryata monas, bus2 pun banyak banget, mungkin bertepatan dengan liburan sekolahan, dan terlihat tidak cuman warga ibukota saja, tapi warga dari kota2 lain pun datang untuk mengunjungi tugu yang menjadi lambang kebanggan warga jakarta itu.

Disana ada yang bermain layangan, ada yang membawa tiker dan bekal sebagai ajang kumpul bersama keluarga, ada juga yang berduaan aja mojok uhui asik aje mojok berduaan hehehe.
Dan terlihat di beberapa sudut, ada juga turis asing yang sangat menikmati monas, bahkan terkadang tidak mau ketinggalan mengabadikan di kamera mereka.



Sayangnya keindahaan itu ternoda dengan banyaknya sampah2 yang bertebaran di sekitaran monas, bahkan yang lebih mengenaskan lagi sampah pun dibuang tepat di depan tanda larangan membuang sampah berikut dengan denda dan hukumannya. Mungkin udah saatnya masyarakat diajak untuk lebih peduli terhadap lingkungannya.

Seperti sebuah kalimat yang cukup terkenal, kebersihan bagian dari iman. Sayang mudah untuk diucapkan, sulit untuk dilakukan. Kalo bukan kite, sapa lagi yang ngejaga dan ngerawat nih kota. iye kaga ?

Wasalam - Connecting blogger -

Tuesday, June 8, 2010

Keinginan sang pemahat batu



Suatu ketika dikesunyian seiring fajar menyingsing, terdengar suara, Tok....Tok...Tok, teryata
hiduplah seorang pemahat batu yang merasa kurang puas dengan diri dan kehidupannya, ia merasa jenuh dengan pekerjaan yang dianggapnya sangatlah membosankan. Suatu hari ia melewati rumah seorang saudagar kaya. Ia melihat banyak benda mewah dan para tamu penting yang berkunjung. "Betapa berkuasanya saudagar itu," pikir si pemahat batu. Ia menjadi iri dan berharap bisa menjadi saudagar itu. Dan ia berdoa "Tuhan aku juga ingin seperti saudagar itu, bertemu dengan orang2 penting dan memiliki benda2 yang bagus"

Di luar dugaannya, mendadak ia menjelma menjadi saudagar yang memiliki kekayaan dan kekuasaan melebihi yang pernah ia bayangkan. Tak lama kemudian melintaslah seorang pejabat pemerintah, diusung tandu, diiringi banyak pengawal. Setiap orang, betapapun kayanya dia, mesti membungkuk rendah di saat pejabat itu lewat. "Betapa kuasanya pejabat tersebut." Ia berpikir "saya ingin jadi pejabat tinggi."

Kemudian ia menjelma menjadi seorang pejabat tinggi yang diusung kemanapun dengan tandu bersulam, berkuasa dan ditakuti orang-orang disekitarnya. Saat itu musim panas dan terik matahari terasa membakar kulit, tak ada lagi orang yang membungkuk dihadapannya, dan seketika itu ia marah dan bertanya kepada penduduk setempat, kenapa mereka tidak tunduk kepadanya, dan jawab penduduk itu, "maaf bapak, tapi terik matahari ini terangat sangat, sehingga kami harus berteduh". Sektika itu ia menatap sang surya yang dengan angkuh bersinar di langit tak terpengaruh oleh kehadiran sang pejabat tinggi. "Betapa kuasanya matahari itu," pikirnya. "Saya berharap bisa menjadi sang surya."

Lalu ia menjadi matahari, bersinar dengan teriknya dan memanasi apa saja, membuat ladang-ladang kering kerontang, dikutuki para petani. Namun kemudian gumpalan awan besar hitam melintasi matahari dan bumi, mencegah sinar panasnya turun ke bumi. "Betapa kuasanya awan tersebut," pikirnya. "Saya berharap bisa menjadi awan itu." Selanjutnya ia menjelma menjadi awan pembawa hujan yang berkuasa membanjiri banyak ladang dan desa, disesali oleh para penduduknya. namun tak lama ia merasa didorong dan dibuyarkan oleh suatu kekuatan besar yang lain yaitu angin. "Betapa kuasanya angin tersebut," pikirnya. "Saya berharap bisa menjadi angin itu."

Kemudian ia menjadi angin yang meniupkan badai dahsyat , menerbangkan genting-genting dari atap rumah, menumbangkan pepohonan, ditakuti oleh semua yang ada di bawahnya. Namun beberapa saat ia tertumbuk oleh sesuatu yang tak bergerak dan bergeming, betapapun kerasnya ia menghembus. Ternyata benda itu adalah gunungan batu yang tinggi dan menjulang. "Betapa kokohnya batu itu," ia bepikir. "saya ingin menjadi sekuat dia!"

Selanjutnya ia menjadi gunungan batu granit , yang menurutnya lebih kokoh dari apapun di bumi ini. Namun, tak lama ia mendengarkan bunyi dentuman palu memahat ke dalam batang tubuhnya dan ia mulai merasakan adanya guncangan. "Apa ada yang lebih kuat dari saya, si batu gunung?" pikirnya. Ia kemudian melongok ke bawah dan.... melihat di dasar, sosok seorang pemahat batu yang sedang sibuk bekerja!

Terkadang kita merasa tidak pernah puas dan iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain, dan terkadang setelah kita memiliki apa yang orang lain punya pun kita merasa kurang ketika kita melihat seseorang yang lebih hebat dari kita. Tidak pernah puas adalah hal yang sangat manusiawi, dan untuk mengejar dan memenuhi semua keinginan kita tentu tidak akan pernah habisnya. Jadi Syukurilah apa yang kita miliki sekarang dan berusahalah menjadi yang terbaik dari apa yang sedang kita kerjakan sekarang.

Wasalam - Connecting Blogger -