Wednesday, July 22, 2009

Revisi Pidato?

Setelah kejadian bom mariot dan ritz charlton kemaren, presiden memberikan pidato di istana sebagai jawaban atas tindakan terorisme tersebut. Tapi sayangnya dikala bangsa ini membutuhkan kesejukan dari pemimpinnya, tapi malah di dalam pidatonya itu menuding salah satu pihak yang kecewa akan hasil pemilu berkaitan dengan bom, dan aksi radikal laennya yang akan dilakukan, dll.

piye toh, aksi terorisme pun dipolitisasi hingga dikesankan "dizolimi". Sudah saatnya lebih bijak dalam berucap, ketika anda berkata jangan menuding orang lain, tapi tiap kata anda menuding orang lain. Apakah hal seperti itu bijak untuk dipaparkan di umum untuk dijadikan contoh oleh kaum muda kita? Dengan Era digital seperti ini, sangat sulit bagi seseorang untuk mengubah kata2 yang sudah keluar sebelumnya, kejadian ini sama persis dengan kejadian ketika menaikan harga BBM yang lalu. Metro Tv berulang2 menampilkan pidato yang menyatakan tidak akan menaikan (kata2 jelas bukan presepsi-seperti di hal sebelumnya) tapi selalu dibantah terus menerus, bukankah lebih baik mengakui dan katakan hal ini tidak dapat dihindarkan walau sudah berusaha sebaik mungkin untuk tidak menaikan harga bbm?

Aneh2nya hari ini presiden berpidato lagi dengan mengatakan bahwa kata2nya dipelintir(keselo kali ya?), dan memberikan transkip kepada para wartawan. Pertama apakah wartawan memerlukan transkip tsb? dikala setiap tv menyiarkan pidato itu berulang kali, bahkan dijadikan suatu dialog mengenai pidato tsb. Saya setuju 100 persen dengan mantan ketua BIN yang di metro TV mengatakan buat apa ribut2 saling menuding dikala kita sebagai bangsa perlu bersatu melawan terorisme.

Maaf, hanya saran dari orang yang bodoh ini, alangkah baiknya apabila ada salah kata dalam berpidato bukannya revisi dan berusaha defensive dengan peryataan yang salah ditambah dengan argumen yang ngaco melainkan berkata maaf bukan seperti itu yang saya maksudkan dalam pidato tersebut, apabila ada pihak yang merasa tertuding saya minta maaf, dan tiada maksud dari saya untuk menyudutkan pihak2 tertentu karena sebenarnya musuh kita bersama adalah terorisme, dan saya mengajak agar kita semua bersatu padu saling membantu untuk menghadapi terorisme.

Ah, mungkin demokrasi hanya sebatas kulitnya saja, hanya sebatas tata negara tidak lebih. Tiada etika berdemokrasi yang santun dan bijak yang ditiru. Orang yang besar adalah orang yang mampu mengakui kesalahannya dan memaafkan orang lain, sepertinya orang seperti itu belum nampak di bapak ibu kita yang "katanya" terhormat.

Wasalam - Connecting Blogger -